Muhammad saw. Sang Pembaharu Tatanan Sosial
Paham kolektif manusia dalam mengenal baginda Rasulullah adalah beliau sebagai seseorang yang membawa pesan Ilahi.
Sejak permulaan sejarah, dunia telah banyak mengenal pembaharu pada setiap waktu dan tempatnya, tetapi tak ada satu pun pembaharu itu yang mampu menyamai Rasulullah di dalam melaksanakan perubahan-perubahan yang begitu revolusioner dalam suatu masyarakat yang dinaungi kegelapan dan hampir mati sebagai manusia.
Lantas apa saja pembaharuan yang dibawa oleh sang Pembaharu ini?
Ketika baginda Rasulullah hadir ke dunia ini, kita ketahui bahwa masyarakat Arab pada saat itu dalam masa-masa terbodohnya.
Seluruh kehidupan sosial Arab terjerumus ke dalam kenistaan dan pelanggaran-pelanggaran sosial. Penyembahan berhala-berhala dan politeisme, mabuk, judi, zina, merupakan tatanan-tatanan yang bersifat umum pada waktu itu.
Tak kalah menarik bagi mereka adalah membunuh bayi-bayi perempuannya. Kaum wanita adalah kaum paling rendah derajatnya, dan merupakan kehinaan dalam masyarakat Arab, mereka tak mempunyai hak sosial dan hukum.
Baginda Rasulullah memahami betul bahwa masyarakat Arab harus menghilangkan ketidakadilan sosial dan menghapuskan kelas-kelas sosial dalam masyarakat.
Apabila kita melihat sejarah, diantara para tokoh dan pembaharu besar dalam sejarah manusia gagal memperhatikan persoalan perempuan atau bahkan meremehkannya sama sekali.
Rasulullah adalah satu-satunya tokoh dan pembeharu besar yang sangat memperhatikan nasib kaum perempuan serta meninggikan harga diri dan hak-hak sosial mereka. Pembaharuan ini menyebabkan wanita memperoleh tempat yang sama dengan laki-laki di dalam melaksanakan hak-hak sosial dan hukum serta fungsi-fungsinya.
Untuk pertama kalinya, dalam hukum waris hak perempuan diakui, tidak hanya dalam kekayaan orang tuanya, akan tetapi dalam harta kekayaan suaminya juga. Beliau mewajibkan laki-laki untuk memenuhi seluruh kebutuhan material perempuan sampai dengan memberi mereka hak untuk menuntut biaya perawatan anak-anak dan menentukan mahar perkawinan.
Ketentuan ini merupakan cara untuk menjamin status ekonomi perempuan dalam menghadapi ketidakpastian masa depan mereka. Persamaan hukum dan agama antara laki-laki dan perempuan yang diberikan oleh Islam adalah factor yang memberi kekuatan sosial (social force) dan menjamin kemerdekaan sejati perempuan terhadap laki-laki yang cenderung bersikap otoriter terhadap mereka.
Sebelumnya, gadis-gadis tidak memiliki pilihan apapun tentang perkawinannya. Atas pembaharuan ini, sekarang perempuan diberikan kebebasan untuk memilih calon suami mereka. Karena dalam pandangannya, perkawinan sebagai suatu kontrak sosial yang diadakan oleh kedua belah pihak di atas dasar persamaan dan dengan persetujuan bebas dari kedua belah pihak.
Sebelumnya, hak untuk menceraikan suami bagi mereka adalah suatu hal yang mustahil. Tetapi sekarang mereka diberi hak untuk menceraikan suami mereka dengan syarat-syarat tertentu. Walau mereka diperingatkan untuk memilih jalan lain, seperti sabdanya; “Hal yang halal yang paling tidak disukai Allah adalah perceraian.”
Paham sementara sebagian orang seolah Rasulullah adalah pencetus poligami. Nyatanya, Rasulullah mengizinkan dan bukan mewajibkan. Adapun hal itu tidak diciptakan oleh Islam, tetapi adat kebiasaan yang telah lama timbul di Arabia, karena jumlah perempuan lebih besar dan mereka kekurangan laki-laki karena sering terjadi peperangan antar suku.
Akhirnya Rasulullah mengatur system yang buruk ini dan menetapkan pembatasan-pembatasan yang keras atasnya. Laki-laki boleh mengawini wanita dua atau tiga atau empat, tetapi jika tak sanggup berlaku adil, maka kawinilah satu saja.
Ini jelas pemabatasan atas terjadinya poligami, segalanya harus diperhitungkan baik buruknya. Andai konteksnya seperti itu, maka boleh kawini lebih dari satu-empat, tetapi dengan berbuat adil, kalaupun tidak bisa, maka satu saja. Masalahnya, berbuat adil bagi laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu adalah suatu hal yang sukar dilakukan.
Pada proses Pembaharuannya itu, banyak sekali air mata sucinya membasahi bumi.
Baginda Rasulullah yang jiwanya mulia yang diberkahi semangat Ilahi, perasaannya yang suci dan murni itu tak jarang mendapatkan siksaan yang bersifat verbal, baik caci maki, melontarkan kata-kata kotor nan menjijikan yang terdengar oleh jiwa yang mulia itu.
Tidak ada yang lebih berbahaya, tidak ada makhluk yang lebih mengerikan dan menjijikan daripada cacing-cacing yang berwawasan sempit yang bergeliat-geliat dalam habitatnya yang busuk dan tengik.
Apa yang saya kemukakan dari berbagai penjelasan yang lalu, pembaharuan tatanan sosial yang dilakukan oleh baginda Rasulullah mengenai Isu perempuan yang peka dan sedikit rumit dalam sudut pandang Islam dengan pemikiran saya.
Sebenarnya, Islam menentang adanya diskriminasi gender, secara bersamaan pula Islam menentang persamaan gender. Artinya, Islam tidak menghendaki adanya diskriminasi gender tetapi Islam juga tidak mengharapkan persamaan gender.
Lantas apa yang ingin dicapai Islam melalui sang Pembaharu ini?
Yang ingin dicapai Islam (sang Pembaharu) dalam pemikiran saya adalah menempatkan keduanya pada kedudukan alamiahnya masing-masing dalam suatu tatanan sosial.
Diskriminasi gender merupakan kejahatan, pun demikian dengan persamaan gender sebagai penyesatan. Peradaban menentang yang pertama, dan aturan alam menentang yang kedua.
Alam tidak pernah menganggap perempuan lebih rendah ataupun sama dengan laki-laki. Aturan alam menentukan keduanya sebagai perpaduan yang saling melengkapi dalam tatanan sosial.