BAB  I
PENDAHULUAN
Berbicara  tentang kelahiran dan perkembangan filsafat pada awal kelahirannya  tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang  munculnya pada masa peradaban Kuno (masa Yunani).
Pada tahun 2000 SM  bangsa Babylon yang hidup di lembah sungai Nill (Mesir) dan sungai  Efrat, telah mengenal alat pengukur berat, tabel bilangan berpangkat,  tabel perkalian dengan menggunakan sepuluh jari.
Piramida yang  merupakan salah satu keajaiban dunia itu, yang ternyata pembuatannya  menerapkan geometri dan matematika, menunjukkan cara berfikirnya yang  sudah tinggi. Selain itu mereka pun sudah dapat mengadakan kegiatan  pengamatan benda-benda langit, baik bintang, bulan, matahari, sehingga  dapat meramalkan gerhana bulan maupun gerhana matahari. Ternyata ilmu  yang mereka pakai dewasa ini disebut astronomi. 
Di India dan Cina waktu itu telah ditemukan cara pembuatan kertas dan kompas (sebagai petunjuk arah).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Yunani
Yunani  terletak di Asia Kecil. Kehidupan penduduknya sebagai nelayan dan  pedagang, sebab sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pantai,  sehingga mereka dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
Kebiasaan  mereka hidup di alam bebas sebagai nelayan itulah mewarnai kepercayaan  yang dianutnya, yaitu berdasarkan kekuatan alam, sehingga beranggapan  bahwa hubungan manusia dengan Sang Maha Pencipta bersifat formalitas.  Artinya kedudukan Tuhan terpisah dengan kehidupan manusia.
Kepercayaan  yang bersifat formalitas (natural religion) tidak memberikan kebebasan  kepada manusia, ini ditentang oelh Homerus dengan dua buah karyanya yang  terkenal, yaitu Ilias dan Odyseus. Kedua karya Homerus itu memuat  nilai-nilai yang tinggi dan bersifat edukatif. Sedemikian besar peranan  karya Homerus, sama kedudukannya seperti wayang purwa di Jawa. Akibatnya  masyarakat lebih kritis dan rasional.
Pada abad ke-6 SM, bermunculan  para pemikir yang berkepercayaan sangat bersifat rasional (cultural  religion) menimbulkan pergeseran. Tuhan tidak lagi terpisah dengan  manusia, melainkan justru menyatu dengan kehidupan manusia. Sistem  kepercayaan yang natural religius berubah menjadi sistem cultural  religius.
Dalam sistem kepercayaan natural religius ini manusia  terikat oleh tradisionalisme. Sedangkan dalam sistem kepercayaan  kultural religius ini memungkinkan manusia mengembangkan potensi dan  budayanya dengan bebas, sekaligus dapat mengembangkan pemikirannya untuk  menghadapai dan memecahkan berbagai kehidupan alam dengan akal pikiran.
Ahli  pikir pertama kali yang muncul adalah Thales (625 – 545 SM) yang  berhasil mengembangkan geometri dan matematika. Likipos dan Democritos  mengembangkan teori materi, Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran,  Euclid mengembangkan geometri edukatif, Socrates mengembangkan teori  tentang moral, Plato mengembangkan teori tentang ide, Aristoteles  mengembang teori tentang dunia dan benda serta berhasil mengumpulkan  data 500 jenis binatang (ilmu biologi). Suatu keberhasilan yang luar  biasa dari Aristoteles adalah menemukan sistem pengaturan pemikiran  (logika formal) yang sampai sekarang masih terkenal.
Para ahli pikir  Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep tentang asal mula alam. Walaupun  sebelumnya sudah ada tentang konsep tersebut. Akan tetapi konsepnya  bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul alam semesta)  dan mite kosmologis (tentang asal-usul serta sifat kejadian-kejadia  dalam alam semesta), sehingga konsep mereka sebagai mencari asche (asal  mula) alam semesta, dan mereka disebutnya sebagai filosof alam.
Oleh  karena arah pemikiran filsafatnya pada alam semesta maka corak  pemikirannya kosmosentris. Sedangkan para ahli pikir seperti Socrates,  Plato dan Aristoteles yang hidup pada masa Yunani Klasik karena arah  pemikirannya pada manusia maka corak pemikiran filsafatnya  antroposentris. Hal ini disebabkan, arah pemikiran para ahli pikir  Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia sebagai subyek yang harus  bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.
B. Masa Abad Pertengahan
Masa  ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan   filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau  pemikiran pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan  Kristen. Artinya, pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oelh  agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama,  sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris.
Baru  pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel Agung,  maka didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika,  dialektika, geometri, aritmatika, astronomi dan musik. Keadaan yang  demikan akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-13  yang ditandai berdirinya universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam  ordo inilah mereka mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama,  seperti Anselmus (1033 – 1109), Abaelardus (1079 – 1143), Thomas Aquinas  (1225 – 1274).
Di kalangan para ahli pikir Islam (periode filsafat  Skolastik Islam) muncul al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibnu  Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd. Periode skolastik Islam ini berlangsung  tahun 850 – 1200. pada masa itulah kejayaan Islam berlangsung dan ilmu  pengetahuan berkembang dengan pesat. Akan tetapisetelah jatuhnya  kerajaan Islam di Granada di Spanyol tahun 1492 mulailah kekuasaan  politik Barat menjarah ke Timur. Suatu prestasi yang paling besar dalam  kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat. Di sini mereka  merupakan mata rantai  yang mentransfer filsafat Yunani, sebagaimana  yang dilakukan oelh sarjana-sarjana Islam di Timur terhadap Eropa dengan  menambah pikiran-pikiran Islam sendiri. Para filosof Islam sendiri  sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan  Al-Qur’an adalah benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme  antara agama dan filsafat. Kemudian pikiran-pikiran ini masuk  ke Eropa  yang merupan sumbangan Islam yang paling besar, yang besar pengaruhnya  terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat terutama dalam bidang  teologi dan ilmu pengetahuan alam. Peralihan dari abad pertengahan ke  abad modern dalam sejarah filsafat disebut sebagai masa peralihan (masa  transisi), yaitu munculnya Renaissance dan Humanisme yang berlangsung  pada abad 15-16. munculnya Renaisance dan Humanisme  inilah yang  mengawali masa abad modern. Mulai zaman modern inilah peranan ilmu alam  kodrat sangat menonjol, sehingga akibatnya pemikiran filsafata semakin  dianggap sebagai pelayan dari teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk  menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh  akal manusia.
C. Masa Abad Modern
Pada  masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia  pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan, sehingga corak  pemikirannnya antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan  pada akal fikir dan pengalaman.
Di atas telah dikemukakan bahwa  munculnya Renaisance dan Humanisme sebagai awal masa abad modern. Di  mana para ahli (filosof) menjadi pelopor perkembangan filsafat (kalau  pada abad pertengahan yang menjadi pelopor perkembangan filsafat adalah  para pemuka agama). Dan pemikiran filsafat masa abad modern ini berusaha  meletakkan dasar-dasar bagi metode logis ilmiah. Pemikiran filsafat  diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan  pada upaya manusia agar dapat mengasai lingkungan alam dengan  menggunakan berbagai penemuan ilmiah.
Karena semakin pesatnya orang  menggunakan metode induksi/ eksperimental dalam berbagai penelitian  ilmiah, akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai tertinggal oleh  perkembangan ilmu-ilmu alam kodrat (natural  sciences). Rene Descartes  (1596 – 1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan  suatu konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam dengan ilmu pasti ke  dalam pemikiran filsafat. Upaya ini dimaksudkan, agar kebenaran dan  kenyataan filsafat juga sebagai kebenaran dan kenyataan yang jelas dan  terang.
Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah  kepada filsafat ilmu pengetahuan, di mana pemikiran filsafat diisi  dengan upaya manusia, bagaimana cara/ sarana apa yang dipakai untuk  mencari kebenaran dan kenyataan. Sebagai tokohnya George Berkeley (1685 –  1753), David Hume (1711 – 1776), Rousseau (1722 – 1778).
Di Jerman  muncul Christian Wolft (1679 – 1754) dan Immanuel Kant (1724 – 1804),  yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu pengethuan yang pasti dan  berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas  dan bukti yang kuat.
Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat  terpecah belah. Pemikiran filsafat pada saat itu telah mampu membentuk  suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dengan pengertian dan caranya  sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Perancis, filsafat Inggris,  filasafat Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (1770-18311), Karl Marx  (1818 -1883), August Comte (1798 -1857), JS. Mill (1806 – 1873), John  Dewey (1858 – 1952).
Akhirnya dengan munculnya pemikiran filsafat  yang bermacam-macam ini, berakibat tidak terdapat lagi pemikiran  filsafat yang mendominasi. Giliran selanjutnya lahirlah filsafat  kontemporer atau filsafat dewasa ini.
D. Masa Abad Dewasa Ini
Filsafat  dewasa ini atau filsafat abad ke-20 juga disebut Filsafat Kontemporer  yang merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi  manusia. Karena pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian  yang khusus kepada bidang bahasa dan etika sosial.
Dalam bidang  bahasa terdapat pokok-pokok masalah; arti kata-kata dan arti  pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena bahwa realitas sekarang  ini banyak bermunculan berbagai istilah, di mana cara pemakainnnya  sering tidak dipikirkan secara mendalam, sehingga menimbulkan tafsir  yang berbeda-beda (bermakna ganda). Maka timbullah filsafat analitika,  yang di dalamnya membahas tentang cara berfikir untuk mengatur pemakaian  kata-kata/ istilah-istilah yang menimbulkan kerancauan, dan sekaligus  dapat menunjukkan bahaya-bahaya yang terdapat di dalamnya. Oleh karena  bahasa sebagai obyek terpenting dalam pemikiran filsafat, maka para ahli  pikir menyebut sebagai logosentris.
Dalam bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah apakah yang hendak kita perbuat di dalam masyarakat dewasa ini.
Kemudian,  pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan  seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-Hegelianisme, Kritika Ilmu,  Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme,  Neo-Positivisme. Aliran-aliran di atas sampai sekarang tinggal sedikit  yang masih bertahan. Sedangkan pada awal belahan akhir abad ke-20 muncul  aliran kefilsafatan yang lebih dapat memberikan corak pemikiran dewasa  ini seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi, Strukturalisme,  Kritika Sosial.
BAB III
PENUTUP
Demikian  beberapa uraian tentang sejarah kelahiran filsafat secara umum. Dengan  adanya ragam variasi model pemikiran filsafat tersebut dimaskudkan akan  menciptakan suasana pikir generasi mendatang untuk lebih kritis. Terpacu  dan terinspirasi untuk mengimplementasikan pemikiran filsafat yang  kontekstual dengan perubahan zaman di mana dia tinggal.
Karena  hakekatnya berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir  yang sangat mendalam sampai hakikat, atau berpikir secara global,  menyeluruh, atau berpikir yang dilihat dari berbagai sudut pandang  pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan.
Berpikir yang demikian  ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan benar serta  dapat dipertanggungjawabkan. Dengan memahami konsep yang mendasari  sejarah kelahiran masing-masing pemikiran  filsafat, diharapkan dapat  menjadikannya sebagai padangan hidup, sebagai penjelmaan manusia secara  total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk  monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga).
Wallahu ’alamu.
Kamis, 27 Oktober 2011
sejarah lahirnya filsafat
 20.28
20.28
 Unknown
Unknown
 




 
 
 
