Perbedaan pandangan mengenai pribadi Ali bin Abi Thalib
Sunni dan Syi’ah
Syi’ah berpendapat bahwa Ali adalah khalifah yang berhak menggantikan  Nabi Muhammad, dan sudah ditunjuk oleh Beliau atas perintah Allah di  Ghadir Khum. Syi’ah meninggikan kedudukan Ali atas Sahabat Nabi yang  lain, seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Syi’ah selalu menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Alayhi Salam  (AS) atau semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan.
[sunting] Sunni
Sebagian Sunni yaitu mereka yang menjadi anggota Bani Umayyah dan  para pendukungnya memandang Ali sama dengan Sahabat Nabi yang lain.
Sunni menambahkan nama Ali dengan Radhiyallahu Anhu (RA) atau semoga  Allah melimpahkan Ridha (ke-suka-an)nya. Tambahan ini sama sebagaimana  yang juga diberikan kepada Sahabat Nabi yang lain.
[sunting] Sufi
Sufi menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Karramallahu Wajhah  (KW) atau semoga Allah me-mulia-kan wajahnya. Doa kaum Sufi ini sangat  unik, berdasar riwayat bahwa beliau tidak suka menggunakan wajahnya  untuk melihat hal-hal buruk bahkan yang kurang sopan sekalipun.  Dibuktikan dalam sebagian riwayat bahwa beliau tidak suka memandang ke  bawah bila sedang berhubungan intim dengan istri. Sedangkan  riwayat-riwayat lain menyebutkan dalam banyak pertempuran  (duel-tanding), bila pakaian musuh terbuka bagian bawah terkena sobekan  pedang beliau, maka Ali enggan meneruskan duel hingga musuhnya lebih  dulu memperbaiki pakaiannya.
Ali bin Abi Thalib dianggap oleh kaum Sufi sebagai Imam dalam ilmu  al-hikmah (divine wisdom) dan futuwwah (spiritual warriorship). Dari  beliau bermunculan cabang-cabang tarekat (thoriqoh) atau  spiritual-brotherhood. Hampir seluruh pendiri tarekat Sufi, adalah  keturunan beliau sesuai dengan catatan nasab yang resmi mereka miliki.  Seperti pada tarekat Qadiriyyah dengan pendirinya Syekh Abdul Qadir  Jaelani, yang merupakan keturunan langsung dari Ali melalui anaknya  Hasan bin Ali seperti yang tercantum dalam kitab manaqib Syekh Abdul  Qadir Jilani (karya Syekh Ja’far Barzanji) dan banyak kitab-kitab  lainnya.
[sunting] Riwayat Hidup
[sunting] Kelahiran & Kehidupan Keluarga
[sunting] Kelahiran
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13  Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya  kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600(perkiraan). Muslim  Syi’ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka’bah. Usia Ali terhadap  Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat  menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun  bahkan 32 tahun.
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW.  Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk  mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani  diantara kalangan Quraisy Mekkah.
Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama  Haydar,[rujukan?] Nabi SAW memanggil dengan Ali yang berarti  Tinggi(derajat di sisi Allah).
[sunting] Kehidupan Awal
Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad  merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan  Hasyim dari sisi bapak dan ibu.
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW  karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga  Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau  Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini  sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi  sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah  bersama dengan Muhammad.
Dalam biografi asing (Barat), hubungan Ali kepada Nabi Muhammad SAW  dilukiskan seperti Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya) kepada Yesus (Nabi  Isa). Dalam riwayat-riwayat Syi’ah dan sebagian riwayat Sunni, hubungan  tersebut dilukiskan seperti Nabi Harun kepada Nabi Musa.
[sunting] Masa Remaja
Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti  Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu  tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi  sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung  dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat  dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi.  Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada  pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa  Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah ‘Ihsan’) atau yang  kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus  kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang  lain.
Karena bila ilmu Syari’ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang  mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Nabi harus  disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya  bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas  masing-masing.
Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam  baik aspek zhahir (exterior)atau syariah dan bathin (interior) atau  tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas,  berani dan bijak.
[sunting] Kehidupan di Mekkah sampai Hijrah ke Madinah
Ali bersedia tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy  yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi  yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali  yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah  meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
[sunting] Kehidupan di Madinah
[sunting] Perkawinan
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi  dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para  pemuda. Nabi menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti  Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu  mempercayai ke-nabi-an Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu belajar  di bawah Nabi dan banyak hal lain.
[sunting] Julukan
Ketika Muhammad mencari Ali menantunya, ternyata Ali sedang tidur.  Bagian atas pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya.  Melihat itu Muhammad pun lalu duduk dan membersihkan punggung Ali sambil  berkata, “Duduklah wahai Abu Turab, duduklah.” Turab yang berarti debu  atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang  paling disukai oleh Ali.
[sunting] Pertempuran yang diikuti pada masa Nabi saw
[sunting] Perang Badar
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama  dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping  Hamzah, paman Nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali  masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat beliau menjadi bintang  lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
[sunting] Perang Khandaq
Perang Khandak juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib  ketika memerangi Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan pedangnya yang  bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
[sunting] Perang Khaibar
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian  antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati  perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan  di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang  Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi  saw bersabda:
“Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak  akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan  mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan  dia mencintai Allah dan Rasul-Nya”.
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan  tersebut. Namun, temyata Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu  serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang  prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali  pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
[sunting] Peperangan lainnya
Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah.
[sunting] Setelah Nabi wafat
Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi  Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat.  Syi’ah berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa  Ali harus menjadi Khalifah bila Nabi SAW wafat. Tetapi Sunni tidak  sependapat, sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih berada dalam  suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Menurut riwayat dari Al-Ya’qubi dalam kitab Tarikh-nya Jilid II  Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut. Dalam perjalan pulang ke  Madinah seusai menunaikan ibadah haji ( Hijjatul-Wada’),malam hari  Rasulullah saw bersama rombongan tiba di suatu tempat dekat Jifrah yang  dikenal denagan nama “GHADIR KHUM.” Hari itu adalah hari ke-18 bulan  Dzulhijah. Ia keluar dari kemahnya kemudia berkhutbah di depan jamaah  sambil memegang tangan Imam Ali Bin Abi Tholib r.a.Dalam khutbahnya itu  antara lain beliau berkata : “Barang siapa menanggap aku ini  pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya.Ya Allah, pimpinlah orang yang  mengakui kepemimpinannya dan musuhilah orang yang memusuhinya”
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui  keluarga Nabi Ahlul Baitdan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda  pendapat waktu pem-bai’at-an Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Bakar  sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan setelah  Nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang  terbanyak adalah Ali mem-bai’at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal,  yaitu enam bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi mencegah  perpecahan dalam ummat
Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang jabatan  Khalifah karena umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa  kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.
[sunting] Sebagai khalifah
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan  kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang  sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai  Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai  khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan  Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima  bai’at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai’at secara  massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang  berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa  pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah  Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang  saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Perang  Jamal. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan  Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu’minin Aisyah binti  Abu Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak  Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai  kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah  terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi  Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan diperparah oleh  hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan,  menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan  perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan  terjadi hingga akhir pemerintahannya. Perang Shiffin yang melemahkan  kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang  militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi  negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan  sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh  Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij  (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal  19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21  Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf,  bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat  lain.
Didahului oleh:
Utsman bin Affan  Khalifah (Sunni) tahun 656–661  Digantikan oleh:
Muawiyah I
Didahului oleh:
Muhammad  Imam Syi’ah (Syi’ah) tahun 632–661  Digantikan oleh:
Hasan bin Ali
[sunting] Keturunan
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Keturunan Ali bin Abi Thalib
Ali memiliki delapan istri setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra[1]  dan memiliki keseluruhan 36 orang anak. Dua anak laki-lakinya yang  terkenal, lahir dari anak Nabi Muhammad, Fatimah, adalah Hasan dan  Husain.
Keturunan Ali melalui Fatimah dikenal dengan Syarif atau Sayyid, yang  merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berarti bangsawan  dan Sayyed berarti tuan. Sebagai keturunan langsung dari Muhammad,  mereka dihormati oleh Sunni dan Syi’ah.
Menurut riwayat, Ali bin Abi Thalib memiliki 36 orang anak yang  terdiri dari 18 anak laki-laki dan 18 anak perempuan. Sampai saat ini  keturunan itu masih tersebar, dan dikenal dengan Alawiyin atau Alawiyah.  Sampai saat ini keturunan Ali bin Abi Thalib kerap digelari Sayyid.
Anak laki-laki  Anak perempuan
Hasan al-Mujtaba  Zainab al-Kubra
Husain asy-Syahid  Zainab al-Sughra
Muhammad bin al-Hanafiah  Ummu Kaltsum
Abbas al-Akbar (dijuluki Abu Fadl)  Ramlah al-Kubra
Abdullah al-Akbar  Ramlah al-Sughra
Ja’far al-Akbar  Nafisah
Utsman al-Akbar  Ruqaiyah al-Sughra
Muhammad al-Ashghar  Ruqaiyah al-Kubra
Abdullah al-Ashghar  Maimunah
Abdullah (yang dijuluki Abu Ali)  Zainab al-Sughra
‘Aun  Ummu Hani
Yahya  Fathimah al-Sughra
Muhammad al-Ausath  Umamah
Utsman al-Ashghar  Khadijah al-Sughra
Abbas al-Ashghar  Ummu al-Hasan
Ja’far al-Ashghar  Ummu Salamah
Umar al-Ashghar  Hamamah
Umar al-Akbar  Ummu Kiram
[sunting] Lihat pula
* Fatimah az-Zahra
* Rabithah Alawiyah
* Ahlul Bait
* Sayyid
[sunting] Referensi
1. ^ The Life of Hadrat Ali
[sunting] Pranala luar
* Ali bin Abi Talib oleh I. K. Poonawala dan E. Kohlberg dalam Encyclopedia Iranica
* Ali, artikel pada Enyclopaedia Britannica Online
[sunting] Beberapa surat dab kotbah Ali yang sangat terkenal
* Imam Ali ibn Abi Talib Nahjul Balagha
* Order to Maalik al-Ashtar, governor of Egypt (UN Legal Committee,  member states voted that the document should be considered as one of the  sources of International Law.) The United Nation and Imam Ali’s  Constitution
* A advice ti his son Hasan ib Ali (This letter contains ethical advisement)
* 185 Sermon about the Oneness of Allah
[sunting] Biografi Sunni
* Biography from USC’s MSA website
[sunting] Biografi Syiah
* The Life of the Commander of the Faithful Ali b. Abu Talib by Shaykh Mufid in Kitab al-Irshad
* The Commander of the Faithful: ‘Ali ibn Abi Talib
* Website devoted to the Life of Imam Ali ibn Abi Talib
* Imam Ali ibn Abi Talib
* The Last Will of Ali ibn Abi Talib
* Alavi Bohras – The Walaayat and Love for Maulaa ‘Ali
Rabu, 02 November 2011
Sejarah Singkat Ali Bin Abi Thalib
 07.09
07.09
 Unknown
Unknown
 




 
 
 
