Sabtu, 24 Desember 2011

“ Slogan Fiktif “

Mungkin kata itulah yang cocok untuk kinerja petugas pengayom masyarakat itu sekarang. Petugas yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat itu kini telah beralih profesi menjadi petugas pelindung dan pengayom pengusaha besar atau sering kita sebut investor.
Beberapa waktu yang lalu, banyak tragedi berdarah yang melibatkan para petugas pengayom masyarakat yang terjadi di beberapa tempat, seperti kasus Mesuji lampung, papua, dan yang terakhir tragedy di Bima Nusa tenggara Barat.
Belum juga tuntas penyelesaiaan kasus di Mesuji lampung, tragedy yang terjadi akibat sengketa lahan perkebunan kelapa sawit antara perusahaan dan warga setempat dikarenakan tidak adanya kesepakatan mengenai persoalan negosiasi konpensasi dana yang harus dibayarkan perusahaan terhadap warga yang telah berpuluh-puluh tahun mengelola perkebunan sawit di Mesuji lampung, memaksa perusahaan melakukan jalan pintas yaitu dengan cara meminta paksa lahan perkebunan sawit yang melibatkan aparat pengayom masyarakat, sehingga terjadinya tragedy berdarah dengan 9 orang waga Mesuji tewas akibat terkena timah panas petugas saat terjadinya bentrok antara petugas keamanan perusahaan dengan warga setempat.
Warga setempat yang pada saat itu pada posisi mempertahankan apa yang telah mereka kelola selama berpuluh-puluh tahun dari perampasan lahan yang dilakukan pihak perusahaan mendapatkan perlakuan tindakan sewenang-wenang petugas pengayom masyarakat yang seharusnya petugas pengayom masyarakat itu membela perjuangan masyarakat Mesuji dalam mendapatkan hak mereka.
Entah apa yang ada dipikiran para petugas pengayom masyarakat pada saat itu, mungkin karena alasan sesuap nasi mereka harus melakukan hal yang beertentangan dengan slogan lembaga tempat mereka bekerja. Padahal pada  hakikatnya gajih yang mereka terima setiap bulannya adalah uang yang diberikan rakyat terhadap negara kemudian diberikanl lagi uang rakyat itu kepada para petugas pengayom masyarakat.
Sepintas memang terlihat aneh, tapi seperti inilah keadaan negara republic Indonesia, siapa yang berani membayar harga dengan nilai yang lebih tinggi, merekalah yang akan mendapatkan perlindungan dari para petugas pengayom masyarakat, walaupun orang yang mereka bela adalah orang yang tidak naik akn tetapi ketika rupiah berbicara, slogan pelindung dan pengayom masyarakat itu menguap.
Tragedi yang paling update adalah tragedy di bima nusa tenggara barat,yang mana pada saat itu warga sedang melakukan aksi  tuntutan pencabutan peraturan yang tidak berpihak kepada rakyat kecil sehingga berakhir dengan aksi pendudukan dan blockade warga terhadap suatu pelabuhan di bima nusa tenggara barat yang memaksa petugas pengayom masyarakat membubarkan paksa aksi mereka. Namun  aksi pembubaran paksa yang dilakukan petugas pengayom masyarakat dilakukan dengan cara yang biadab yang seharusnya tidak dilakukan petugas pengayom masyarakat. Mereka para petugas pengayom masyarakat melakukan tindakan sewenang-wenag terhadap warga dengan cara menembaki ratusan warga yang sedang melakukan aksi pendudukan dan blockade pelabuhan. Hal itu sangat bertentangan dengan prosedur kerja petugas pengayom masyarakat yang seharusnya melakukan beberapa tahapan dalam pembubaran aksi tersebut yaitu dengan melakukan tembakan peringatan ke udara, kalaupun pihak petugas pengayom masyarakat itu dalam keadaan terdesak seharusnya mereka melakukan penembakan dengan menggunakan peluru karet, tidak dengan peluru tajam.
Tapi apa yang kita lihat,para petugas itu bekerja tanpa dengan prosedur-prosedur yang seharusnya mereka jalankan. Akibatnya, untuk yang ke sekian kalinya citra petugas pengayom masyarakat itu kembali tercoreng oleh oknum-oknum petugas pengayom masyarakat yang tidak bertanggung jawab.

Hujjatudin M Aqdam

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Web Hosting